Blood – Part 1

Author: Fla

Main Cast: Kim Jonghyun, Kim Kibum, Lee Jinki

Rating: General

Genre: Sci fi, romance

Length: Sequel

blood-poster

Disclaimer:

Semua yang ada di dalam cerita ini hanya fiktif belaka, aku bukan ilmuwan yang mengerti seluk beluk dunia farmasi dan kedokteran, bukan juga mahasiswa yang bergelut di bidang itu, jadi mohon maaf apabila ada ketidaklogisan baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Nama cast hanya dipinjam untuk kepentingan cerita semata.

Fla © 2013

Precious Thing

 

Kim Jonghyun baru memarkir mobilnya di depan sebuah restoran 24 jam, perut laparnya memang sudah meronta sejak tadi. Ia bisa saja makan di restoran yang ada di department store tempatnya belanja tadi, tapi ia memiliki alasan tersendiri untuk singgah di restoran yang satu ini.

Pria itu turun dari mobilnya, tak lupa ia bawa sebuah tas belanjaan yang akan ia hadiahkan pada sang pemilik restoran. Langkah tegapnya terasa ringan, beberapa kali pria itu bersiul, seolah menyiratkan kebahagiannya malam ini.

Annyeong, selamat datang, Jonghyun Oppa.” Seorang pelayan wanita yang membukakan pintu, menyapanya ramah. Sosok Kim Jonghyun tidaklah lagi asing—sekalipun pria itu memang nyaris muncul hanya sebulan sekali.

“Ah, terima kasih untuk senyum hangatmu, Youngmi-chan. Hei, bosmu ada?”

“Ada, tentu saja. Eonni selalu ada di ruangannya pada jam-jam seperti ini,” jawab pelayan yang selalu Jonghyun tambahkan ‘chan’ setelah namanya disebut oleh pria itu. “Omong-omong, berhenti memanggilku chan. Aku bukan anak kecil, tahu!” semburnya galak beberapa saat setelah senyum Jonghyun memudar.

Aigooo, aku tahu umurmu sudah 23 tahun. Tapi mukamu itu terlalu imut, mirip anak SMP.” Jonghyun mencubit pipi gadis itu, pria yang satu ini memang tidak tahan untuk melewatkan pipi bulat nan menggemaskan milik Youngmi.

“Ya! Berhenti mencubit pipiku juga. Kau sungguh pedofil ulung. Ish, untung mukamu sama sekali tidak menunjukkan usiamu, jadi kau tidak dianggap kelainan oleh orang yang melihat tingkahmu barusan.” Youngmi kesal, gadis itu segera melepas paksa jemari Jonghyun yang menyiksa pipinya.

“Ckck, hei, memangnya sebuah kesalahan kalau pria berusia 37 tahun mencubit pipi gadis berusia 23 tahun? Ini masih wajar, tahu. Lagipula, perlu kau catat, aku tidak tertarik padamu, aku hanya suka pipi bulatmu itu. Makanya, diet supaya pipimu tirus!” Bukannya berhenti, Jonghyun bertambah senang dengan permainan isengnya ini.

“Ya, ya, ya, besok-besok aku akan operasi sedot lemak saja biar instan.” Youngmi membalas malas, mendorong tubuh Jonghyun agar segera duduk di salah satu kursi terdekat.

Aigooo, kau tidak sopan. Siapa bilang aku mau langsung duduk? Aku ingin bertemu nuna dulu.”

“Aaa, maaf. Kupikir kau sangat lapar, wajahmu terlihat begitu letih.”

“Ckck, aku memang selalu letih. Baiklah, aku ke tempat nuna dulu, sudah lama tidak bersua dengan kakakku yang cantik itu. Aku pesan dakjuk [1] saja seperti biasa, ne?

 ***

Hyuna hanya bisa memutar bola matanya berulang kali, tidak ada yang bisa diperbuatnya ketika dua wanita yang sudah tidak sabar ingin punya cucu—bercengkrama ria di saat jarum jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Sebetulnya ia sudah ingin tidur, tapi ia masih tahu sopan santun. Nyonya Lee—ibu dari kekasihnya—sedang bertandang ke rumah.

“Astaga, Nyonya Lee. Aku sungguh tidak sabar menunggu kedua anak kita menikah. Setelah Hyuna lulus sarjana dan Jinki berhasil menyelesaikan program masternya, langsung saja kita nikahkan. Omona… aku membayangkan cucu kita akan tampan atau cantik. Punya pipi menggemaskan seperti Jinki, dan bibir mungil seperti Hyuna.” Nyonya Kim berceloteh dengan suara keras, membuat Hyuna mendengus geli dalam hati.

Aigooo, sudah pasti. Bahkan kalau saja kedua anak kita mau nikah sebelum waktu itu, akan kukabulkan. Sayangnya Jinki pun terlalu terobsesi pada risetnya, ia sampai-sampai lupa dunia. Hufttt, untung saja Hyuna sangat pengertian.”

Ya ya ya, pengertian. Hyuna menelan ludahnya. Penilaian Nyonya Lee tidak sepenuhnya benar. Rasa pengertian itu timbul karena seorang Kim Hyuna memang bukanlah yeoja melankolis manja yang merengek-rengek ketika sang kekasih tidak bisa hadir di malam minggu, tidak mengiriminya pesan singkat setiap malam, dan tidak rajin mengirimi sapaan mesra setiap pagi. Bukan karena sifat dasarnya yang super baik hati.

Hyuna menggerakkan jempol kakinya berulang kali demi mengusir rasa kantuk yang singgah. Ketimbang rasa bingungnya untuk bersikap senang atau cuek atas rencana konyol Nyonya Lee di hari Valentine nanti, Hyuna lebih merasa jemu mendengar pembicaraan omong kosong mengenai rencana masa depan seperti ini.

“Ah, jangan seperti itu. Anakku juga beruntung mendapatkan kekasih pintar dan tampan seperti putramu. Padahal lihat saja, dandan saja tidak pernah Hyuna lakukan. Bahkan, anak ini sering tidak mandi kalau berangkat ke kampus. Ya Tuhan, memalukan sekali.” Nyonya Kim menimpali dengan ekspresi wajah yang berlebihan, membuat Hyuna spontan melotot tajam pada ibunya itu.

Ish, eomma. Tidak bisakah kau menjaga image anakmu sendiri?” desis Hyuna setengah berbisik, menyikut lengan ibunya pelan.

Nyonya Lee terkekeh melihat tingkah Hyuna. Baginya, karakter Hyuna sudah tidak lagi menjadi masalah. Wanita paruh baya itu sadar bahwa tidak ada manusia yang sempurna, baginya yang terpenting adalah pendamping hidup Jinki nanti harus bisa menerima segala kekurangan pria itu. “Masalah kebiasaan, bisa diperbaiki dengan latihan. Tidak apa-apa, Hyuna-ya,” komentar Nyonya Kim sembari tertawa kecil.

“Ehm, kau dengar Hyu? Kebiasaan-kebiasaan burukmu harus dirubah. Ah iya, omong-omong. Bagaimana rencana untuk malam Valentine anak kita?”

Astaga! Hyuna tidak tahan lagi menahan telapak tangannya, spontan ia menepuk kening. Hei, siapa yang pacaran, siapa pula yang repot mengurusi kencan kacangan ala anak muda seperti itu? Lee Jinki, eomma-mu berhasil membuat ibuku jadi norak juga. Hueeeee, Jinki-ya, dosa apa aku sampai-sampai menjadi korban obsesi orang tua? Ish, tanggal 15 Februari nanti kakiku pasti lecet-lecet gara-gara permintaan eomma-mu tentang high heels itu. Tidak mau tahu, kau harus memijatku nanti. Awas kalau berdalih sok sibuk dengan penelitianmu di lab!

 ***

“Jadi kau memelihara simpanse di rumahmu? Aigoo, lama-lama kelakuanmu bisa mirip binatang jumbo itu.” Wanita itu berkomentar miring setelah Jonghyun menunjukkan beberapa foto kumpulan simpanse dari tabletnya.

“Tidak, aku masih waras, Nuna. Aku memelihara mereka untuk membantu penelitianku saja. Simpanse memiliki beberapa sifat genetik yang mirip manusia. Itu saja awalnya. Yeah, memang belakangan aku sedikit merasa kalau mereka juga menarik untuk diajak bermain.” Jonghyun mengambil posisi duduk di sebelah kakaknya, meletakkan leher pegalnya di sandaran sofa.

“Ckck, Jjong, carilah manusia lain untuk bermain. Kau tahu, aku yang sarjana IT ini sangat bersyukur karena tidak sampai menjadi geek[2] layaknya kebanyakan teman-temanku. Kau? Entah, aku tidak yakin apakah kau masih tahu siapa nama Miss Korea 2012.”

“Kau memang tidak menjadi geek, yah aku bersyukur. Setidaknya kakakku ini masih tetap cantik, tidak berpenampilan kumal ala orang-orang yang kecanduan komputer.. Tapi ada sayangnya, selama kau menjadi mahasiswa, tidak ada karya cemerlang yang kau ciptakan. Setelah lulus, kau banting setir dengan buka usaha restoran. Menjadi geek tak ada salahnya, kurasa. Tanpa mahasiswa-mahasiswa IT yang bersungguh-sungguh berkutat dengan komputer, perangkat lunak, dan jaringan. Maka tidak akan ada penerus Linus Torvalds sang penemu sistem operasi Linux ataupun Richard Stallman yang merancang GNU GPL[3]. Dunia selamanya akan terikat pada software berbayar.” Serta-merta Jonghyun berdiri, melangkah mendekati jendela dan menghirup udara malam sebisa mungkin.

Aigoo, di antara ratusan geek yang ada di dunia, tidak semuanya baik. Kevin Mitnick, America’s the most wanted hacker, dia adalah salah satu orang yang memiliki kecanduan berlebih terhadap komputer. Beruntunglah nuna-mu ini memilih jalan yang aman. Lagipula, dari awal memasak memang hobiku.”

Yes, apapun yang terbaik untukmu, Nuna. Aku bahagia kalau saudaraku ini menjalani hidupnya dengan hati berbunga. Kau, teman hidup yang paling kupercaya, kau hartaku yang paling berharga, Nuna. Bertahanlah hidup lama, demi diriku, Nuna.” Dicoleknya dagu sang kakak dengan genit, Jonghyun seringkali memperlakukan nuna-nya seperti kekasih. Tapi pria itu memang tak sekadar mengobarkan kata-kata kosong, ia mengucapkannnya dari dasar hati.

Aigoo, ucapanmu seperti aku ini manusia dengan segudang penyakit mematikan saja. Hmm, tapi omong-omong, kau tidak pernah menceritakan tentang penelitianmu? Hei, kau belum berhenti bekerja menjadi dokter spesialis tulang, ‘kan?” tanya nuna-nya.

“Masih, tapi mungkin akan beralih. Andai dokter spesialis darah itu ada, mungkin aku akan berkecimpung di bidang itu, sambar Jonghyun cepat.

“Jadi sekarang kau sedang tertarik pada penelitian tentang darah dan melakukan riset tentang darah? Jjong, kau tidak ingin bercerita padaku?”

Yes, darah itu bagian vital dalam hidup manusia. Kelainan tulang, manusia masih punya peluang hidup yang besar. Tapi kelainan darah, nyawa dengan mudahnya akan terancam. Nuna, kau sungguhan tidak tahu dan tidak bisa menebak siapa aku?”

“Ya! Kim Jonghyun, kalimatmu barusan menyiratkan keangkuhan. Sejak kapan almarhum orang tua kita mengajari anaknya untuk menjadi sombong? Siapapun kau, sehebat apapun kau, aku cuma bisa tahu bahwa kau adalah adik kesayanganku. Cara menyalurkan perhatianku padamu tidak akan berubah sekalipun kau sudah menjadi presiden Korea sekalipun.”

“Astaga, Nuna. Kenapa bicaramu merambat ke hal lain? Ne, ne, arasso. Aku Kim Jonghyun, anak yatim-piatu yang hanya melalui hidup bersama kakak perempuan tercintanya. Gomawo, Nuna. Hiduplah lebih lama bersamaku, ne?”

***

Lee Jinki tak berhenti lalu-lalang di koridor itu. Ia ragu untuk mengetuk pintu ruangan profesornya. Barangkali niatnya untuk minta izin rehat pada tanggal 14 Februari dan malam harinya, bukan hanya ditolak. Mungkin saja sang professor tak segan menghardiknya dengan mengatakan bahwa dirinya tidak bersungguh-sungguh dalam menggarap riset untuk tesisnya. Beristirahat hanya karena urusan kencan, bodoh dan konyol.

Jinki tahu bahwa profesornya itu sangat idealis dan disiplin. Sayangnya Jinki tidak pernah tahu kisah masa lalu beliau, sehingga tidak pernah tahu pula apakah di masa mudanya dulu, beliau memiliki kekasih dan pernah mengalami perasaan ‘tidak tahan untuk tidak bersua’ atau tidak.

Melalui kaca kecil yang tertanam di pintu ruangan itu, Jinki bisa menyaksikan bahwa profesornya itu sedang asyik membaca—entah apa—namun bentuk bukunya sungguh tebal. Aih, tapi kalau tidak sekarang, kapan lagi ada waktu untuk bertatap muka dengan sang dosen itu? Tidak mudah untuk mendapati seorang profesor di ruangannya, bukan?

Ragu, Jinki mengetuk pintunya pelan-pelan. Untung saja sang dosen mendengar, ia menghentikan kegiatan membacanya sesaat, melepas kacamata plus frameless-ya itu. “Ah, kau. Masuklah, Nak!” Pria yang mendapatkan gelar Ph. D dari University of Massachusetts itu lantas mempersilakan masuk pada Jinki yang masih tampak terkunci kaku di depan pintu. Jinki mengangguk patuh.

Jinki duduk berhadapan dengan sang profesor, terpisahkan oleh sebuah meja yang dipenuhi lembaran jurnal internasional dan beberapa buku tebal, terselip pula sebuah foto keluarga di atasnya. Lee Jinki tak berani berbicara sebelum profesornya duluan yang memulai.

“Jinki-ya, kau pernah dengar serum terbaru yang belakangan ini populer?” kata sang professor seraya menyerahkan sebuah artikel melalui tablet yang sedang dipegangnya.

Jinki membacanya dengan cepat, tidak mendetail. “Sejujurnya aku baru tahu. Hmm… ini luar biasa, banyak manusia akan tertolong nyawanya karena tak harus bersusah payah mendapatkan asupan darah bergolongan sama,” komentar Jinki—sedikit tak berbobot untuk level percakapan dengan seorang profesor.

“Ya, memang luar biasa. Tapi sedikit mengkhawatirkan, bukan? Yang semacam ini sedikit menentang kodrat. Kau tahu cara kerjanya? Serum itu akan mencocokkan aglutinin[4] yang ada di dalam darah resipien dengan aglutinogen[5] darah pendonor yang akan masuk ke tubuhnya, begitupun sebaliknya. Tapi yang aneh, kau tahu tidak kenapa para ilmuwan tak pernah ada yang bisa membuat cairan serupa dengan darah? Karena darah tidak akan bertahan lama di dalam tabung gelas penelitian, sehingga sulit untuk mempelajarinya. Memang ada solusinya, dengan menggunakan antikoagulan[6], tapi hal itu akan menyebabkan komposisi darah berubah, dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap hasil penelitian. Belum lagi masalah rhesus[7]. Aku penasaran kenapa ada yang bisa menemukan serum seperti ini.”

Jinki mengerutkan alisnya, ia tak begitu paham. Jujur, pikirannya tidak sedang 100% terfokus pada topik ini, ia masih memikirkan tentang izin. Apalagi kalimat sang profesor dirasanya agak berbelit.

“Kuperjelas.” Sang profesor menyadari kebingungan Jinki. Ia berdecak pelan, lantas memutuskan, “ah, tidak usah kulanjutkan, aku tahu pikiranmu sedang melayang entah kemana. Baiklah, sekarang katakan apa tujuanmu menemuiku. Ada kendala pada risetmu, hmm?”

Wajah Jinki berubah sumringah, sekalipun ia tak yakin profesornya akan memberi izin. “Mmm… Prof, tanggal 14 nanti aku boleh minta izin rehat sejenak dari riset? Mmmm… bagaimana ya… aku juga bingung mengutarakan apa alasannya. Tapi kuharap Anda berkenan mengizinkan,” ujar Jinki malu-malu. Tak dapat ditahannya semburat merah di pipi. Tangannya meremas pelan bahan celana di area paha.

Pria tua itu terkekeh menyaksikan mahasiswa bimbingannya berkata sembari tersipu malu seperti itu. Ia tersenyum simpul, tentu sudah bisa menebak alasan Jinki yang sebenarnya—tanggal 14 dan ekspresi Jinki menjadi petunjuknya. “Tentu, anak muda butuh berkencan juga,” jawabnya ringan.

Senyum terkembang di wajah Jinki, penuh kelegaan hingga ia mengekspresikannya lewat hembusan napas khas. Jinki bangkit, berjalan ke sisi profesornya, dan lantas menyalaminya dengan penuh rasa hormat. “Terima kasih, terima kasih, Prof. Aku janji hanya tanggal 14 saja,” kata Jinki setengah bernada sorak.

***

Ting

Lift yang membawanya terbuka. Kim Jonghyun keluar, berdiam diri sejenak pada posisi beberapa langkah di depan lift, dengan dua telapak tangan yang terselip di saku jas putihnya. Ia tersenyum memandang sekeliling.

Mesin-mesin besar menghiasi—menciptakan sebuah alur pergerakan yang beraturan, berujung pada sebuah titik di mana cairan-cairan kuning terkurung dalam kemasan sejenis ampu darah. Ruang ini tetap megah sekalipun berada di bawah tanah. Ia memandang bahagia hasil jerih payahnya.

Industri farmasi ini memang bukan miliknya, ia hanyalah satu di antara banyak ilmuwan yang terlibat di tempat ini, juga investor yang cukup memiliki andil dalam pengambilan keputusan. Karir cemerlangnya memang tersembunyi, banyak yang tahu karyanya—namun hanya sedikit yang tahu sosoknya.

Annyeonghaseo, Hyung. Senang bertemu denganmu lagi,” sapa seorang petugas keamanan di lantai itu, Park Dongjoo—nama yang tertulis di nametag-nya. Kekar badannya, masih terlihat jelas di balik setelan serba hitam yang membalut tubuh.

“Ah, kau. Bagaimana keadaan kakakmu? Sudah baikan?” Jonghyun menyambut sapaan itu dengan bersahabat. Ia merangkul Dongjoo hangat.

Ne, berkatmu. Aku tidak tahu apa jadinya kalau ia tak kunjung mendapatkan golongan darah AB. Kau tahu, ia kehilangan banyak darah di meja operasi persalinan. Memang ya, wanita berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko besar saat melahirkan. Ehm, Hyung, bagaimana bisa kau memiliki ide untuk membuat serum semacam itu?”

“Ah… itu, kau harus membuat janji khusus untuk sesi wawancara,” balas Jonghyun main-main, mengerlingkan matanya santai, sama sekali tak berniat menjelaskan. “Salam buat nuna-mu, jangan lupa untuk suaminya juga agar tidak cemburu,” lanjut Jonghyun. Park Dongjoo hanya mengiyakan sembari terkekeh.

Jonghyun melenggang memasuki sebuah ruangan yang bersuhu lebih dingin, di sanalah seseorang yang dicarinya berada—tengah mengamati sehelai rambut melalui mikroskop canggihnya, berteknologi nanoskop mikrosfer [8] yang baru ditemukan oleh peneliti Inggris pada tahun 2012.

“Jonghyun-ah, tumben kau kemari, ada apa?” tanya orang itu begitu menyadari kehadiran Jonghyun.

“Eum… biasa, sedikit ide gila. Hyung, kau pernah nonton anime One Piece yang terkenal dengan tokoh manusia karetnya?” Jonghyun menarik sebuah kursi agar bisa duduk di dekat temannya itu, namanya Choi Hang Seung.

“Ya! Jangan bilang kau tertarik untuk menjadi manusia karet. Kau sedang bereksperimen dengan sesuatu?” Han Seung melebarkan pupil matanya, menuding dada Jonghyun dengan telunjuk.

“Sedang dalam proses uji coba, sudah memasuki bulan keempat.” Jonghyun menyambutnya dengan tawa kecil.

“Wuow, kepada siapa kau mengujicobakannya? Tikus putih? Errr, atau simpanse yang ada di rumahmu lagi?” Han Seung antusias.

“Ya, tikus, objek yang lebih murah. Emmm, sejauh ini tidak ada masalah, belum ada reaksi-reaksi berbahaya. Perlahan kulit tikus tersebut lebih lentur. Tapi aku masih harus mencari cara agar obat ini berefek cepat,” tanggap Jonghyun. Pria itu mengambil sebuah notes mungil yang selalu dibawanya di saku jas, tak lupa beserta pulpen mininya. “Begini, Hyung. Kau pernah tahu sindrom Ehlers Danlos?”

Han Seung mengangguk, “Ya, aku pernah baca. Itu adalah penyakit kelainan genetik yang menyebabkan kelenturan kulit, ‘kan? Tapi kudengar penderitanya terkadang mengalami lemah otot, kulit mereka juga lebih tipis. Lalu? Apa hubungannya sindrom ini dengan rencanamu?”

“Emm, dari situ aku terinspirasi, berarti mungkin saja ‘kan kulit manusia menjadi lentur? Tapi, aku tidak berharap kulit manusia yang menggunakan obat ini akan menipis walaupun berhasil melentur. Kulit mereka akan menjadi lentur, tapi tetap tebal dan kuat. Dengan demikian mereka tidak perlu khawatir dengan benturan, gesekan, ataupun kecelakaan lainnya yang berakibat fatal.” Jonghyun semakin berapi-api. Di otaknya sudah terkumpul banyak rencana yang menurutnya akan sangat berguna untuk orang banyak.

“Jonghyun-ah, ini agak kontradiktif tidak menurutmu? Biasanya kelenturan berbanding lurus dengan kerapuhan. Maksudku, kalau lentur, berarti bagian-bagian di bawah kulit akan semakin mudah tersentuh gangguan luar. Eh, atau aku yang salah berpikir?” tukas Han Seung setelah agak lama terdiam.

Jonghyun kehabisan kata, ia menggaruk-garuk tengkuknya sebentar. Memainkan pulpennya dengan bingung.  Ia membuat beberapa goresan yang tak bisa diterka maksudnya oleh Han Seung. Semacam gelombang-gelombang horizontal dengan garis panah yang searah dengan kemiringan gelombang tersebut.

“Begini, ketika seseorang kecelakaan, normalnya kulit yang tidak terlalu lentur akan tergesek karena ia tidak fleksibel mengikuti arah gerak bagian tubuh yang bersentuhan dengan aspal. Aku berpikir, kalau seseorang terseret dan kulitnya mengikuti arah gesekan, tidak akan luka berat. Coba kau bayangkan karet ban, bentuknya akan menyesuaikan dengan lekuk permukaan yang dilaluinya, bukan?”

“Mmmm, aku masih tidak mengerti, sulit dicerna. Baiklah, anggaplah logikamu benar.” Han Seung memicingkan matanya, mengeluarkan bunyi ‘mmmm’ panjang dari pita suaranya, lantas ia membuka sarung tangannya.

Han Seung menarik oksigen terlebih dahulu sebelum melanjutkan, “Lalu kau ingin banyak orang melakukan pencegahan dengan mengonsumsi obat itu, sehingga tidak akan berakibat fatal saat kecelakaan. Begitu? Nyatanya tidak banyak orang yang tertarik dengan gerakan pencegahan, berbeda dengan serummu itu yang baru digunakan pasca kecelakaan terjadi. Prospek pasarnya tidak terlalu bagus menurutku.”

“Ya! Hyung, inilah sebabnya aku sering membenci orang-orang industri, profit oriented.” Jonghyun menatap jengah pria yang berusia lebih tua 4 tahun darinya itu. Ia sedikit kecewa, sekalipun Han Seung teman baiknya, seringkali tidak satu visi.

***

Putih mendominasi, dipadu dengan sentuhan manik silver yang bertaburan di area pinggang. Gaun selutut itu membalut tubuh Hyuna dengan elegan, bahunya terkespos namun tak lantas membuat area punggung dibiarkan terbuka. Meski tidak nyaman dengan style seperti ini, Hyuna tetap tak ingin merusak kencannya bersama Lee Jinki. Jelas, kali ini sang namja berbaik hati menyempatkan diri untuk hengkang sejenak dari kegilaan risetnya. Meski tetap, pria itu tak menjemputnya seperti kebanyakan pria lainnya yang akan dating bersama kekasih.

Lucu bukan, Hyuna datang seorang diri dengan bermodalkan subway line nomor 4 menuju stasiun Dongjak, celingak-celinguk bodoh di depan pintu exit 1. Lee Jinki? Entah, bisa jadi namja itu masih asyik membaca deretan jurnal ataupun proceeding di detik-detik sebelum keberangkatannya.

Dasar yeoja yang sehari-harinya nyaris selalu mengenakan sepatu kets atau flat shoes, Hyuna memilih menjinjing high heels-nya dan bertelanjang kaki saat berlarian menaiki jembatan Dongjak. Semua itu rela ditempuhnya agar bisa mencapai café Gureum dengan cepat. Kalau tidak, malam akan terlanjur muncul dan pengunjung akan semakin padat, itu berarti akan semakin sulit mendapatkan tempat duduk nyaman untuk menyaksikan atraksi air mancur aneka warna di jembatan Banpo.

Kilau biru berpendar melalui lampu-lampu yang ada di sepanjang jalan menuju café tersebut. Selaras dengan balutan biru serupa pada penampakan eksterior café berdindingkan kaca tersebut. Sebuah elevator membawa yeoja itu ke café tujuan. Pemandangan pertama yang hinggap di mata: alangkah banyaknya pasangan kekasih di tempat ini!

Hosh, hosh, sshhhhh…

Ia menghembuskan napas begitu berhasil duduk pada spot yang diincar. Jemarinya yang tak terlalu lentik, membuka clutch yang dibawanya. Haish, tak ada jam tangan di sana. Ia pun memilih meraih ponsel demi melihat waktu. Sudah pukul 06.23 KST. Sekitar 7 menit lagi seharusnya Jinki datang.

Jiwa usilnya menggelora, sembari menunggu, Hyuna memilih mengamati beberapa pasang kekasih. Yang satu, sedang saling menggenggam tangan mesra dengan siku yang ditumpu oleh meja. Sejoli yang lain tampak bahagia walau si namja hanya menunjuk-nunjuk hamparan awan yang mulai gelap. Hyuna lantas tertawa, seumur-umur pacaran untung saja Jinki tak pernah beraksi konyol seperti itu. Pasangan yang lain, ah, mungkin mereka sudah menikah lama, karena keduanya tak terlihat norak, hanya melemparkan pandangan pada dunia luar dengan mulut yang sibuk menyeruput green tea latte.

Lantas Hyuna berimajinasi, apa yang akan Jinki lakukan nanti? Hah, bahkan Hyuna sudah rela dipermak oleh ibunda tercinta, berkat bujuk rayu Nyonya Lee pada ibunya itu. Kulitnya terasa gatal saat harus bersentuhan dengan foundation dan bedak. Jangan sampai pengorbanannya ini sia-sia.

Hyuna terus memikirkan segala kemungkinan. Apa Jinki akan bersikap aneh-kekananakan seperti biasanya? Atau mulai berani melontarkan kalimat gombal? Ah, jangan bilang kerjaan pria itu nanti hanya menunjuk aneka bintang, mengangguk-anggukkan kepala sembari berceloteh monoton, ‘Hyuna-ya, bintangnya indah ya malam ini’. Hyuna terkekeh sendiri.

Gadis itu memilih makgeolli cocktail sebagai teman menunggu. Sebelum mendapatkan pesanannya itu, Hyuna kembali membuka pesan masuk di ponselnya. Tadi siang, Jinki sempat mengirim sebuah pesan:

Hyuna-ya, aku punya hadiah special Valentine untukmu. Tunggu aku ya, kkke~

`

Lagi-lagi gadis itu tertawa sendiri. Ckck, Hyuna tak yakin Jinki akan menghadiahinya coklat. Biasanya namja itu gemar memberi buku. Kalau Hyuna protes, Jinki tak akan segan menjitak kepala gadis itu dengan bukunya sembari berteriak, ‘Ya! Sombong sekali kau tak butuh buku! Buta, tanpa ini kau akan buta melihat dunia, Hyuna-ya.’

Mulut gadis itu ber-aigoo ria, tertawa sendiri seperti orang sinting. Toh, tidak ada orang lain yang memperhatikan, semuanya sibuk dengan temannya masing-masing.

Setengah jam telah dilalui, langit makin gelap, dan view menarik dari air mancur dan lampu-lampu indah tak lantas membuat Hyuna girang. Gadis itu mulai uring-uringan. Kemana gerangan Jinki? Sumpah, gadis itu berjanji tidak akan memaafkan Jinki jika kekasihnya itu berdalih ‘lupa’. Oh ayolah, itu tidak lucu.

Hyuna memutuskan untuk menghubungi Jinki, tapi hanya nada tunggu yang didengarnya, tak kunjung diangkat sampai batas waktu tunggu usai. Gadis itu berdecak kesal, ia mulai tak tahan dengan rambutnya yang tak diikat, katanya agar tampak feminim. Hoahhh, Hyuna merasa risih, ia mulai meraih kunciran mungil di clutch-nya dan memakaikannya di rambut.

Ah, Nyonya Lee! Mungkin ibu Jinki tahu di mana anaknya berada.

 

Beberapa saat menunggu, dan akhirnya terdengar sahutan dari speaker ponselnya, “Hyuna-ya… aku sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Jinki kecelakaan. Saat ini aku belum tahu kondisinya, tapi katanya ia kehilangan banyak darah. Semoga tidak terjadi hal-hal parah,” suara nyonya Lee tercampur dengan isak tangisnya.

Hyuna segera memutuskan sambungannya begitu diberi tahu nama rumah sakitnya. Seluruh tenaganya hilang, menguap begitu saja. Mungkin bercampur dengan aliran sungai Han. Tidak ada acara menyaksikan keindahan air mancur warna-warni bersama Jinki. Tidak ada pula hadiah Valentine.

“Ya! Lee Jinki, kau memang bukan manusia! Mengapa tega sekali mempermainkanku!” Ia belum menangis, masih tak ingin. Egonya masih bertahan tak ingin disebut cengeng.

Rasanya, seribu makian ingin dilayangkan pada kekasihnya itu. Tapi tak kuasa, lagi-lagi ia harus berlapang dada menerima takdir. Butuh waktu beberapa menit untuk menerima semua kenyataan ini. Hingga akhirnya ia sadar, bahwa kondisi Jinki lah yang harus segera dipastikannya.

Hyuna berlari sekuat yang ia bisa. Semua imajinasinya tentang kencan yang sudah sekian lama tidak pernah dirasakan, harus termentahkan oleh berita buruk ini. Makgeolli cocktail harus rela ditinggal sebelum sempat tersentuh. Aih…. Juga tidak ada Lee Jinki yang harus mengobati pegal dikaki. Kali ini, Kristal bening menitik dari mata Hyuna.

To Be Continued

Thanks banget buat Ami yang telah bersedia menjawab pertanyaan ini-itu. Semoga ilmunya makin banyak ^^

Keterangan:

[1] dakjuk: makanan Korea yang dibuat dari daging ayam yang direbus dalam air, dicampur dengan bawang merah dan bawang putih. Kemudian ditambahkan nasi dan dimasak sampai daging ayam matang. Hasilnya, seperti bubur yang sangat kental, kaya akan daging ayam dan rasa bawang putih. Sumber

[2] geek: istilah untuk menyebut stereotype orang-orang yang sangat menggemari komputer (atau dunia teknis lainnya). Seringkali bermakna orang yang kehilangan kehidupan sosialnya akibat hobi komputer. Sumber: Buku “Di Balik Kisah-Kisah Hacker Legendaris” karya Wicak Hidayat dan Yayan Sopyan.

[3] GNU GPL: merupakan suatu lisensi perangkat lunak bebas untuk proyek system operasi yang mirip Unix. Dalam hal ini si programmer harus mengembalikan kembali kode yang telah dimodifikasi untuk dikembangkan bersama oleh orang-orang berikutnya. Sumber

[4] aglutinin: antibodi terdapat di dalam plasma darah

[5] aglutinogen: Antigen yang terdapat dalam sel darah. Aglutinogen membuat sel-sel darah peka terhadap aglutinasi (penggumpalan)

Sumber [4] dan [5]: di sini

[6] antikoagulan: zat yang mencegah pembekuan darah.

[7] rhesus: sistem penggolongan darah, ada rhesus positif (Rh+) dan rhesus negatif (Rh–).

[8] nanoskop mikrosfer: mikroskop optik dengan mikrosfer transparan. Dengan teknologi ini para peneliti dapat melihat obyek berukuran 20 kali lebih kecil atau sekitar 50 nanometer. Kemampuan ini di luar batas mikroskop optik. Sumber


Satu komentar

  1. Asiiikk..lanjutannya udah keluar, ternyata ilmuwannya Jjong dan mahasiswa magisternya Jinki 🙂 cieee… *eh*
    Spesialis darah ada kok, Jjong, kalau di Indonesia, gelarnya Sp. PD-KHOM (spesialis penyakit dalam-konsultan hematologi dan onkologi medik) *berasa ngomong sama jonghyun*, tapi kalau di Korea nggak tahu deh jalurnya apa.
    Kalau menurutku sih, malah semakin lentur, semakin tahan pula suatu benda terhadap trauma/benturan. Biasanya malah yang kaku yg lebih rapuh, seperti kaca misalnya, dipukul pake palu langsung pecah, tapi kalau bantalan karet, mau dipukul ratusan kali pun nggak akan rusak. *sotoy*
    Tapi idenya Jjong gila juga ya, itu mau bikin kulit manusia jadi lentur kan? Bukan sampai ke tulang? Berarti bisa lebih tahan luka sayat gitu dong, ya? atau bisa untuk semua jenis luka?
    Jinki, jinki, udah bikin Hyuna nunggu, eh ternyata malah kecelakaan. Kebayang deh peralihan emosi Hyuna, dari yang awalnya kesal, jadi khawatir gitu.
    Lanjutkan 😀 semoga ilmunya makin bertambah juga

    • berasa aneh ya mi jonghyun jadi ilmuwan? image dia kn playboy. Tp ada beberapa sifat JOnghyun yg cocok dgn karakter jonghyun di ff ini, makanya aku mutusin pake apa.

      Nah, tp aku sempet juga diskusi ama temen soal lentur dan kaku. si han seung mikirnya, lentur itu biasanya tipis mi. Ibarat busa atau karet tertindih, benda yg ada di bawahnya bisa lebih tersentuh tindihan itu kan? Sementara Jonghyun sama kayak aku, menganalogikan lentur sebagai ban karet. Mmm, ga tau sih yg mana yg bener mi, tp yg kupikir sih gitu. Sebenernya percakapan ini bakal ada maknanya di depan mi.

      Eee, iya bener ada mi spesialis darah. Baru inget, pdhl aku sempet mau ke sana krn sempet dikira kena talasemia. Ntar dialognya harus kurevisi dikit kykna. Untung ami ngingetin.

      Emm, sebenernya aku sedang ga mood ngolah perasaan semacem sedih gitu mi, soalnya dari awal kugambarin karakter Hyuna ini ga cengeng. Dan lagi bosen yg melow2. aku lg stuck ama situasi super melow-nya mi, ga bisa aku ngegambarin yg macem itu. Jd bosen sendiri. Jadi scene terakhir itu aku agak ngerasa ga nonjok, kebetulan karakter hyunanya emang begitu.

      Amin, aku banyak baca gegara nulis ini, meski belum banyak yg aku selipin di dalam cerita.

      Makasih ami buat kunjungannya ^^

  2. Nggak aneh sih, tapi nggak biasa aja. Aku ngebayangin dia jd ilmuwan yang agak ‘gila’ gitu, ide-idenya luar biasa, tapi dia baik, berbuat untuk tujuan kemanusiaan.
    Nggak apa-apa mah kalau Hyuna-nya emang gitu.. 🙂
    Sama-sama 🙂

  3. waah..kereen..la sempet mengerinyitkan kening lama untuk mencerna ide gila si Jjong (ide gila kak fla pastinya..xD)

    klo masalah IT, iya, la emang tergolong org yang mengagumi org2 yang mndalami ilmu komputer dkk smacam itu. istilahnya itu dia dokter teknologi. bedanya, dia bisa ngutak-ngatik macem2 tanpa menghilangkan nyawa orang secara langsung. beda sama dokter, ngutak-ngatik harus ada peraturannya, nyawa orang hilang, gelar dokterpun akan hilang juga .____.” soo, la tunggu lagi deh fakta apa yg akan kk bawa mngenai IT ini di part berikutnya 😀

    klo utk Jinki – Hyuna, naah, la sih nyaman2 aja kok kak bacanya. apalagi Hyuna dibikin gak cengeng. siplah, masih bisa la cerna..wkwkwk 😀 itung2 biar gak full puyeng sama sisi ilmiahnya ;D

    ngomong2 soal elastis semacamnya, la gak bisa komen banyak. jujur, analisis la, apalagi masalah fisika bginian, itu payah banget. sdikit banyak udah disampaikan sdikit lah lwat komennya kak ami. dan, kata kk juga ada maknanya ke depan? waah, klo gitu ntar la tunggu aja 😀

    trus klo serum2 itu, sempat bneran ada (ato emang udah ada? o.o) bneran appreciate banget deh ya..haha. klo untuk masalah ethical clearance nya urusan entar (la emang ga paham bner masalah bginian..haha). tpi sbnrnya membantu banget loh, klo emang ada…good job, Jjong! 😀

    dan..ya..ya..masalah si Jinki ntar sperti apa? ditunggu ya kak 😀

    • serum itu… kykna ga ada la, cuma khayalan tololku aja, hahahah

      haha, tentang IT… aku berencana munculin satu tokoh, tp ga yakin aku kuat bawain tokoh itu… ntar pikir2 dolo ahhh, aku teh suka pingin ini anu yg melebihi kapasitasku. Iyep, aku jg kagum setengah mati ama orang yg jago programming, beberapa biografi hacker justru membuat mulutku nganga terkagum meski yg mereka lakukan itu sebuah pelanggaran.

      ethical clearance itu apa toh la?
      makasih ya la udh baca… lanjutannya, baru ampe hlm 7, aku kyk kura2 bgd nulisnya separagraf2 ni 😦

      • hahaha…tpi keren aja kakak bisa kepikiran sampai serum2 bgini..sukses bikin la ternganga :O
        woaah, siapa kira2??? ahaha, smoga sukses ntar nyari2 referensi mngenai bgituan, soalnya la penasaran juga..heheheee…

        itu kayak, apa ya..kayak ”syarat2” yg harus dipatuhi dalam melakukan percobaan pada hewan ato manusia. percobaan penelitian gitu. Err, bukan syarat juga sih sebutannya, tapi apaaa gitu, lupa ._.”
        jadi, klo mau melakukan penelitian yg bersifat eksperimental gitu harus memenuhi ethical clearance kak..hehe, skedar letupan pikiran *?* la aja sih, klo kakak mo nyari2 ttg itu gppa 😀

        sama2 kaak..aww, udah cakep itu maah, la dari kemarin niat nulis malah stagnan di halaman 3 mulu, bikin sampah di recent document aja .—. semangat kaak!!! ^o^9


Tinggalkan Balasan ke aminocte Batalkan balasan